Rabu, 10 Oktober 2018

OMK : Mari Belajar Dari Atlet Asian Para Games

Gelaran pesta olahraga Asian Para Games 2018 sudah memasuki hari ke-4 saat tulisan ini dibuat. Pesta olahraga terbesar se-Asia untuk para penyandang disability ini tidak lepas dari pandangan publik nasional maupun internasional. Gelaran olahraga yang mengusung slogan "The Inspiring Spirit and Energy of Asia" ini memang banyak memberikan inspirasi semangat tidak hanya bagi sesama penyandang disability, namun juga banyak memberi suntikan semangat bagi kita yang secara fisik sehat dan normal termasuk juga saya.


Meskipun pemerintah memberikan target minimal Indonesia berada di peringkat 7 besar atau 16-19 medali dari 18 cabang olahraga, namun para atlet bertanding tanpa beban target. Para atlet tetap berjuang dengan segenap kemampuan mereka, menang atau kalah akan ditentukan pada akhir pertandingan. Namun saya yakin dalam diri para pejuang olahraga ini menang adalah tujuan utama, dan kalah adalah suntikan semangat untuk lebih baik lagi ke depannya.

Saya sempat nonton, meskipun hanya melalui tayangan televisi di beberapa cabang olahraga. Upaya para atlet jelas tidak main-main, misalnya Dwiyoko harus kalah dari tunggal putra Jepang Fujihara Daisuke dua set langsung dengan skor 23-21 dan 21-16. Dapat kita lihat set pertama nampak Dwiyoko memberikan perlawanan yang serius, demikian juga set kedua meski tidak sekeras set pertama. Tidak ada kata menyerah dalam bertanding. Ini mirip kata Mbah "Pantang Tepar Sebelum Kelar" (koq saya tersindir dengan kata-kata sendiri ya???).


David Jacobs lewat cabang para tenis meja berhasil menyumbang medali emas usai mengalahkan atlet Tiongkok, Liao Han dengan skor 3-1. Ini adalah bukti perjuangan yang tak kenal lelah dari para atlet penyandang disability. Sama hal nya dengan semua atlet di cabang olahraga yang lain, kemenangan adalah tujuan utama, bukan menyerah begitu saja.

Lalu apa hubungannya dengan OMK? Ya pasti ada, coba saya cari-cari dulu ya apa hubungannya, namun disini saya tidak akan membandingkan. Jelas jika saya pribadi yang dibandingkan dengan semangat mereka pasti akan kalah telak. Bukan karena mereka atlet sehingga harus semangat berlatih sepanjang waktu. Yang saya lihat disini adalah semangat hidup mereka, rasa bersyukur mereka. Saya yang sehat dengan fisik normal saja mengeluh capek lah, males lah dan keluhan lain yang tak terhitung jumlahnya. 


Kita sebagai orang muda selalu menghibur diri dengan mengatakan "Manusia memang diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing" titik; dan kita boleh males lagi, merasa paling capek sedunia lagi, dan segudang yang lain. Kita tidak mau berusaha menggali potensi diri kita dan cenderung merasa sudah menjadi yang paling kece badai topan lesus di antara yang lain. Dengan demikian kita sudah memupuk sifat pribadi yang eksklusif, itu tidak baik kawan.

Kita yang sehat fisik dan katanya pemilik masa kini dan penguasa masa depan, harus nya meniru semangat para atlet penyandang disability, jangan kasih kendor. Saling menyemangati antara satu dengan yang lain, bukan saling menjatuhkan. Mempererat persaudaraan antara OMK, saling mendukung antar rayon, antar paroki, antar paguyuban OMK dan juga dengan masyarakat, seperti tema TEBAR OMK SUKAPRIGISKALI yang lalu, masih ingat kan?



Mari belajar dari atlet Asian Para Games, jadilah orang muda yang tidak minder, yang semangat, yang bersatu dan saling mendukung, yang memberi inspirasi bagi yang lain. Saudara kita di paroki lain sudah menyatukan barisan dan terus bergerak makin aktif, lha KITA?
Share:

0 komentar:

Posting Komentar