Sabtu, 23 Desember 2017

JENJANG PENDIDIKAN IMAM

Mengenal Arti Kata Seminari

Kata Seminari memiliki akar kata dari bahasa latin, semen berarti benih. Seminari sendiri berasal dari bahasa latin, Seminarium berarti tempat penyemaian semen (benih). Di tempat itulah benih-benih panggilan dirawat, dipupuk, disirami agar panggilan menjadi imam tetap terjaga, bertumbuh, berkembang dan berbuah. Nah, para siswa yang menempuh pendidikan di seminari adalah seminaris.

Pendidikan yang dijalani meliputi 2 jenjang, yakni seminari menengah dan seminari tinggi. Seminari menengah merupakan jenjang pendidikan calon imam setara SMA, dengan tambahan satu tahun masa persiapan akhir sebelum ke jenjang seminari tinggi. Bagi yang tidak menempuh pendidikan SMA di seminari menengah, harus memasuki kelas KPA (Kelas Persiapan Atas), atau disebut juga kelas Rethorica.

Seminari tinggi merupakan jenjang pendidikan tinggi bagi para calon imam. Para calon imam memasuki masa pendidikan perkuliahan. Masa pendidikan formal di seminari tinggi biasanya ditempuh selama 6 tahun ditambah masa TOP (Tahun Orientasi Pastoral).

Seminari Menengah

Total waktu yang dibutuhkan menamatkan formatio di seminari menengah yang siswanya sudah tamat SMP adalah 4 tahun. Ada para seminaris lebih dulu menamatkan program SMA di luar seminari kemudian menyelesaikan 1 tahun  kelas rethorica. Ada pula seminari menengah yang para seminarisnya lebih dulu memasuki pra-SMA selama satu tahun, yang biasa disebut kelas 0, atau kelas probatorium. Bagi para seminaris yang sudah lulus SMA di luar seminari, menjalani masa formatio selama 1 atau 2 tahun, tergantung dari kebijakan masa formatio dari lembaga seminari menengah yang dipilih.

Jenjang pendidikan di seminari menengah, mulai dari kelas 1/0 sampai ke jenjang akhir memiliki kekhasan dan penekannanya masing-masing. Bagi seminari menengah yang menerapkan program kelas 0 disebut kelas probatorium. Mereka adalah siswa persiapan/percobaan untuk memasuki jenjang SMA. 

Setelah lulus dari kelas probatorium, mereka melanjutkan ke kelas Gramatica (kelas X). Seminari menengah yang lain langsung menerapkan kelas Gramatica. Pada tahap ini, pembinaan ditekankan pada tahap awal pembelajaran/penyusunan program hidup dan studi. Jenjang berikutnya adalah kelas Syntaxis (kelas XI). Penekanan terarah pada pengenalan akan kelebihan dan kekurangan dan serentak memahami panggilan hidupnya.

Setelah lulus dari kelas tersebut, masuklah seminaris ke kelas Poecis (Kelas XII). Pada tingkat ini, pembinaan terarah pada kedewasaan panggilan, juga serius menghadapi ujian kelulusan. Di tingkat setara SMA ini, program yang diterapkan tergantung kebijakan seminari menengah masing-masing. Seperti SMA yang lain, biasanya tersedia program IPS, IPA, dan bahasa. Di Seminari Menengah St. Paulus Palembang sendiri menerapkan program IPS. Semua mata pelajaran mengikuti kurikulum nasional yang tersedia di sekolah masing-masing, karena seminari adalah tempat pendidikan calon imam, guru yang mengajar selalu harus memberikan contoh dan keteladanan, sambil sesekali memberikan nasehat rohani.

Seusai dari menamatkan program SMA, para seminaris melanjutkan ke kelas akhir, yakni Rethorica (KPA-Kelas Persiapan Akhir). Penekanan pada kelas ini adalah, pembelajaran akan ilmu-ilmu suci gerejawi, berlatih memberikan katekese, mampu bernalar secara matang, dan menentukan pilihan panggilan untuk menjadi biarawan atau imam.

Pembinaan para seminaris dibingkai melalui selogan 4S (Sanctitas, Sanitas, Scientia, dan Sosialitas). Secara singkat diterangkan bahwa, seminaris harus mampu membentuk dan memelihara hidup rohani (Sanctitas), mampu hidup sehat secara rohani dan jasmani (Sanitas), mengoptimalkan hidup study (Scientia), dan mampu berelasi baik dengan siapa saja (Sosialitas). Jadwal harian Seminari menengah biasanya dimulai harus bangun pada pukul 04.30, dan harus istirahat malam pukul 22.30. 


Tahun Orientasi Rohani dan Postulat-Novisiat

Sebelum mencapai jenjang Seminari Tinggi, bagi calon imam yang memilih menjadi imam diosesan dibina lebih mendalam tentang hidup kerohanian selama 1 tahun di Tahun Orientasi Rohani (TOR). Bagi yang memilih hidup membiara dibina lebih dulu melalui masa postulat-novisiat selama 2 tahun. Pada masa Postulat, pembinaan ditekankan pada aspek pematangan kepribadian, baik secara rohani maupun jasmani. Pada masa Novisiat adalah masa inisiasi kedalam suatu tarekat/ordo/kongregasi, dan menghidupi kharisma yang hidup pada tarekat/ordo/kongregasi.

Seminari Tinggi

Pada bagian ini saya hanya tahu secara pasti tentang tahapan pendidikan di STFT (Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi) dan STSP (Seminari Tinggi St. Petrus) Pematangsiantar. Bagi teman-teman yang ingin tahu lebih tentang tahapan pendidikan di berbagai kampus atau rumah pembinaan calon imam, silahkan mencari sumber yang terpercaya.  Saya pikir juga tidak terlalu banyak perbedaan yang terjadi di berbagai Seminari Tinggi dan kampus perkuliahan di Indonesia.

Sesuai dengan namanya, Seminari Tinggi adalah tempat pembinaan calon imam yang memasuki jenjang perkuliahan. Dibutuhkan 7 tahun untuk menamatkan program pendidikannya; 4 tahun menyelesaikan S1, 1 tahun TOP dan 2 tahun Program Teologi. Ada penekanan pokok yang harus dipenuhi bagi setiap calon imam untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada tingkat 1 (semester I -II), para calon imam harus menemukan pola hidup dan belajar yang tepat sembari memiliki inisiatif untuk sesekali mengikuti romo dalam tugas kerasulan. 

Di tingkat 2 (semester III-IV), para calon imam mulai melakukan kerasulan mengajar agama di sekolah-sekolah yang sudah ditunjuk. Di tingkat 3 (semester V-VI), para calon imam memulai tugas kerasulan di stasi-stasi (memimpin ibadat dan memberikan katekese) dan sudah memulai menuliskan skripsi). Pada tingkat 4 (semester VII-VIII), fokus utama adalah penyelesaian skripsi untuk mendapatkan gelas S1 Filsafat Keilahian. Setelah mendapatkan gelar S1, para calon imam diutus untuk melaksanakan tugas TOP di Keuskupannya atau bagi yang biarawan ditempat dimana ia diutus.

Seusai TOP, kembali lagi belajar untuk menyelesaikan Program Teologi selama 2 tahun dan melahap 58 SKS. Pada program ini, STFT St. Yohanes Pematangsiantar berafiliasi ke Universitas Kepausan Urbaniana di Roma, Italia. Uji Kompetensi akhir yang harus dilalui calon imam untuk menamatkan program ini adalah 1) Ujian bakalaureat lisan dan tulisan yang menyangkut lima bidang study, yakni Kitab Suci, Teologi, Moral, Liturgi, dan Kitab Hukum Kanonik; 2) Ujian Tessarium; dan 3)  Ujian Komprehensif Akhir Studi (UKAS) biasa disebut juga dengan Yurisdiksi.


Bingkai pembinaan calon imam di rumah pembinaan Seminari Tinggi St. Petrus adalah Kepribadian, Hidup Rohani, Intelektual dan Pembinaan Pastoral. Aspek yang dituju  pada Pembinaan Kepribadian adalah mencapai kematangan kepribadian (Pastores Dabo Vobis-PDV, 43-44). Pembinaan Hidup Rohani mengarahkan calon imam untuk memiliki persekutuan yang mendalam dan mesra dengan Bapa (PDV 46-49). Pembinaan Intelektual mengarahkan untuk memiliki pemahaman yang terpadu tentang kebenaran iman yang diwahyukan Allah dalam Yesus Kristus (Optatam Totius-OT, 13-16). Pembinaan Pastoral mengarahkan calon imam berproses menjadi Pastor Bonus yang memiliki Caritas Pastoralis.

Nah, untuk sampai pada tahbisan diakonat, tergantung dari kebijakan uskup setempat, bisa beberapa bulan setelah usai dari Seminari Tinggi atau sampai 1 tahun. Demikian juga waktu yang dibutuhkan untuk menerima tahbisan presbiterat. Jelas bahwa mereka yang hendak menerima tahbisan-tahbisan suci harus memenuhi berbagai ketentuan yang ditetapkan pada Kitab Hukum Kanonik Kann 1024-1052. Jelas bagi kita, bahwa para kaum muda dipanggil untuk menanggapi panggilan suci ini. Mari kita katakan, “SIAP!!”

Oleh : Fr. C. I. Bagas Brahmantio
(Diterbitkan juga di Majalah Nuntius, Tahun XXXV - Edisi Desember 2017)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar